Skip to main content

Tentang Beasiswa adalah Tentang “Maaf Aku Memilih Berhenti Berlari”


Hidup rasanya tidak pernah berhenti menjadi perjalanan yang penuh paradoks. Aku terus berlari mengejar tujuan, tapi sering lupa menikmati jalan yang kutempuh. Dalam hiruk-pikuk dunia yang tak pernah berhenti menuntut, aku kehilangan ruang untuk mendengar suara terdalam jiwaku sendiri. Aku lupa, bahwa menjadi manusia berarti memberi ruang pada diri untuk merasa, termasuk untuk merasa lelah.

Lelahku bukan tanda kelemahan. Ia adalah bahasa tubuh dan jiwa yang berbicara ketika tuntutan dunia melampaui batas kemampuanku. Tapi entah mengapa, aku sering mengabaikannya. Seolah-olah terus bergerak adalah satu-satunya pilihan yang benar. Aku memaksa diriku untuk terus maju, hingga yang tersisa hanyalah kepingan diriku yang tak lagi utuh, sama sekali.

Aku pernah bertanya pada diriku sendiri

“Untuk siapa sebenarnya aku berlari?”

“Apa yang sebenarnya aku kejar dalam perlombaan yang garis akhirnya bahkan tak kupahami?”

 “Apa yang benar-benar penting bagiku?”

2024, pasca dibabak belurkan waktu. Pare-Probolinggo-Solo demi menyelesaikan penelitianku, adalah pelajaran yang tidak ada henti-hentinya aku syukuri dan aku maknai. Ia menjadi titik balik. Aku bergerak dari satu tempat ke tempat lain, mencoba menyelesaikan meramu banyak hal menjadi bab – bab ringkas. Setiap perjalanan mengajarkanku banyak hal, tetapi juga menguras diriku hingga ke inti. Ada satu malam di mana aku duduk sendirian, dikelilingi keheningan yang terasa begitu berat. Dalam keheningan itu, aku bertanya pada diriku.

“Untuk siapa aku berlari?”
“Apa yang sebenarnya aku cari dalam perlombaan ini?”

Lelahku datang sebagai bisikan lembut, namun aku memilih untuk mengabaikannya.

“Sedikit lagi,” kataku,

“hanya sedikit lagi.”

Tapi hari demi hari, bisikan itu berubah menjadi jeritan, dan aku tetap berpura-pura tidak mendengarnya. Aku memaksa diriku untuk terus maju, hingga aku merasa diriku yang utuh telah hilang. Akhirnya aku mengerti. Hidup tidak selalu tentang berlari menuju garis akhir. Kadang, hidup adalah tentang berhenti. Berhenti untuk mendengar napasku sendiri, untuk merasakan kakiku yang lelah, untuk kembali bertanya dengan juru

“Apakah aku berjalan ke arah yang benar?”


Aku ini manusia, bukan mesin, rapuh. Rasa lelah ini seperti panggilan untuk kembali pulang, bukan ke tempat, tetapi ke dalam diriku sendiri. Ke ruang di mana aku bisa jujur pada diriku, tanpa merasa harus membuktikan apa-apa pada siapa pun.

Dan tahun ini, aku memilih untuk berhenti berlari. Aku tidak akan melamar beasiswa, apapun bentuknya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena aku ingin menjaga diriku. Aku ingin menepi, memberi ruang untuk bernapas. Tidak semua jalan harus kutempuh sekaligus, tidak semua peperangan harus dimenangkan juga. Hidup tidak selamanya haru diterabas, bukan?

Namun, aku berjanji pada diriku bahwa berhenti kali ini bukanlah akhir, tetapi jeda. Jeda untuk kembali melihat dengan dalam apapun yang pantas dilindungi dan melepaskan yang perlu dilepaskan, meski sulit. Karena hanya dengan merelakan, aku bisa menemukan kelegaan.

Pada akhirnya hidup ini bukan hanya tentang mencapai, tetapi juga tentang menjadi.

Dan aku memberi diriku izin untuk menjadi.


Spartaco - Kp. Inggris 14 Januari 2025

Comments

Popular posts from this blog

In Order to Fall in Love with Myself – Again

Being single for quite a long time has opened a new chapter of my life, the loss of confidence in rebuilding a relationship. Love once felt so simple, coming naturally, without much drama. Now, my life is filled with heavier things. Aging, a world that keeps moving faster, post college debts waiting to be paid, and work that seems endless have taught me to manage myself more wisely. Youngerself Yap, Life hasn’t been quiet. As I get older, I feel like the world is getting louder and busier, while I’m trying to keep up. Somewhere along the way, the idea of falling in love started to feel less important, maybe even impossible, hahaha. Alfa, when will you take the next step? ” - It means finding love again. But am I ready? He was so confident with his imperfection I paused when I heard that question. I stood in front of the mirror, staring at myself, trying to find answers. But instead of clarity, I felt something else, fear. Not fear of being alone, but fear of opening myself up a...

25 LITER

Bagi saya mengajar adalah perihal yang tidak hanya sebatas berdiri didepan kelas, menjelaskan, kemudian selesai. Mengajar adalah perihal yang lebih daripada itu, tak hanya melibatkan kepala namun sejatinya mengajar melibatkan pula hati didalamnya. Pengajar yang belum bisa mengajar itu salah tapi yang lebih salah lagi adalah sistem yang membiarkan pengajar yang tidak bisa mengajar itu mengajar. “Tapi bukankah bisa learning by doing ?” “Dulu Bro Alfa juga awal-awal ngajar   juga pasti nggak kompeten, kan?” “There’s no one who deserves at first, Bro” Semenjak menjadi kepala divisi kelas ada satu hal yang akhirnya terjawab atas pertanyaan-pertanyaan diatas. Jauh sebelum saya memutuskan untuk mengajar tentu titik awal saya adalah belajar, kemudian saya mengambil kesempatan-kesempatan untuk mengajar dengan menjadi sukarelawan pada beberapa kegiatan yang memiliki keterkaitan dengan dunia pengajaran selain itu membangun relasi dengan orang-orang yang berprofesi sebagai pengajar ada...

The First Step of Learning Leadership – Badan Eksekutif Mahasiswa

  Ever since I started taking on roles in classes, organizations, and companies, I’ve often asked myself: What does it take to be a good leader? For a long time, I didn’t know the answer. I first learned basic leadership skills when I became the class secretary. That was when I practiced talking to both classmates and teachers. Later, at university, I became the class representative, which taught me about how the system worked in my department. My skills grew even more when I was chosen as Kabid Penalaran dan Keilmuan in the Badan Eksekutif Mahasiswa at Bali State Polytechnic, where I led a team of six people. Now, I feel lucky to be the head of a division in the institution where I work, and I see it as a gift from God. Through these experiences, I’ve faced many challenges working with different people. As a leader, I’ve learned to communicate well with my superiors and my team, both one on one and in groups. These experiences have shaped the way I talk and work with others, ...