Skip to main content

MAU JADI MAHASISWA YANG SEPERTI APA?

Dan awal mula cerita berorganisasi pun dimulai ….


Euforia mahasiswa baru yang minggu ini mulai memadati kampus membuat saya kembali berkontemplasi, mengingat kembali awal menyandang gelar sebagai mahasiswa. Terlahir dari keluarga yang bukan masuk dalam daftar highclass yang duitnya pun nggak unlimited dan serentetan perjuangan gap years bahkan harus mencari kitab suci ke Pare demi menyandang gelar Mahasiswa membuat saya selalu bergairah diawal-awal saya kuliah that’s why menjadi Mahasiswa adalah salah satu hal yang prestisius bagi saya meskipun bagi sebagian orang itu adalah hal yang biasa saja. Karena keprestisiusan inilah yang menggiring saya pada sekelumit pertanyaan yang muncul tiba-tiba mengusik isi kepala, deretan pertanyaan itu saya simpulkan  menjadi satu pertanyaan “mau jadi mahasiswa yang seperti apa?”

Dulu saat masih duduk di bangku sekolah dia pernah bilang bahwa menjadi mahasiswa adalah tentang berkuliah bukan tentang belajar seperti yang kau lakukan disekolah, lalu apa bedanya belajar dan berkuliah? Muruah seorang mahasiswa adalah memiliki pemikiran yang dinamis, kau harus berperang dengan ideologi- ideologimu sendiri sebelum kau siap menentang idelogi yang keluar dari jalurmu, atau kau gagal! Menjadi mahasiswa itu bukan tentang eksklusifitas tapi intelektualitas, meski pada beberapa dekade belakang ini  pendidikan mulai mengalami dekadensi makna, bukan lagi menjadi tanggung jawab negara tapi lebih mengarah pada komoditas, jadi jangan terjebak pada stigma bahwa trophy, piala, dan rentetan medali adalah hal mutlak tentang prestasi tapi peka-mu juga prestasimu. Jangan berhenti berkontemplasi sampai kau berada pada titik masifmu sendiri, dimana pada titik itu kau temukan muruah mu sebagai mahasiswa dikampus yang katanya adalah kawah candradimukanya para pemimpin bangsa. Ah, Mungkin dia terlalu idealis atau saya yang mulai realistis atau saya yang terlalu sering dicekoki dengan paham-paham hedonis dan pragmatis sehingga idealisme saya sendiri jauh, jauh dari kata peka sosial. Munculnya sebuah anekdot dengan jargon anti social-social club semakin menggiring saya pada jurang yang membuat saya tak sampai memahami muruah saya sendiri sebagai mahasiswa, seperti yang ia katakan. Kemudian dengan tanya yang masih sama, tentang mereka yang beradu nasib pada persimpangan jalanan absurb, tentang mereka yang berkeringat di tanah gemah ripa loh jinawi ini namun berdarah, tentang mereka yang masih menghamba pada aspal jalanan. Bagaimana?

Jawabnya klise dan cenderung menjengkelkan
“Temukan muruahmu kau pasti tahu harus menjadi mahasiswa yang seperti apa”

Seperti kebanyakan mahasiswa baru pada umumnya, diawal perkuliahan saya disibukan dengan mencari berbagai informasi dengan dalih “saya tidak mau masa-masa menjadi mahasiswa berjalan dan berakhir hambar, saya ingin berkontribusi bukan lagi hanya belajar.” Jadi sudah pasti saya harus melakukan effort lebih agar kuliah saya tidak berjalan mainstream-mainstream saja.

Keraguan adalah pengkhianat yang akan membuatmu kehilangan keberanian untuk sekedar mencoba” – William Shakespeare



Awal penentuan menjadi aktif atau tidak adalah hal yang paling menjengkelkan selama pencarian jawaban mau menjadi mahasiswa seperti apa ini, tidak dipungkiri saya pun adalah spesies manusia yang teracuni oleh dunia ftv yang lebih mempertontonkan ekslusifitas anak kuliahan. Sempat terbesit dalam pikiran saya bahwa saya ingin menjadi mahasiswa yang keren dalam perspektif ftv, menjadikan kampus sebagai pameran fashion, untunglah seseorang menyadarkan saya bahwa kuliah adalah seni mempertampan pemikiran.

Teori keseimbangan, suatu teori yang disampaikan oleh dosen saya yang akrab disapa Mister Hin dalam mata kuliah etika profesi pagi itu menarik fokus saya menyimak pada apa yang beliau sampaikan bahwa terdapat tiga kecerdasan yang harus kita jaga keseimbangannya adalah “Spiritual, Intelektual, dan Emosional” kecerdasan ini bisa kita dapat, bisa kita asah selama masih memegang gelar menjadi Mahasiswa. Perlu dicatat bahwa untuk membangun tiga kecerdasan ini tidak bisa hanya didapatkan melalui akademik semata, ada hal lain yang harus kau lakukan selama menjadi mahasiswa. Teori ini sedikit memecah keraguan yang masih mengendap dalam pikiran saya.

Setelah pelbagai pencerahan saya dapatkan akhirnya saya putuskan untuk tidak menjadi mahasiswa yang mainstream-mainstream saja dengan cara berorganisasi, ya berorganisasi. Kemudian muncul pertanyaan kembali organisasi seperti apa yang ingin saya ikuti? Berbagai informasi pun saya cari dari ngobrol dengan senior-senior dikampus dan bersawala dengan diri sendiri. Awalnya Majelis Permusyawaratan Mahasiswa atau MPM KBM PNB adalah salah satu organisasi yang saya lirik. Salah satu hal yang membuat saya tertarik bergabung adalah challenge yang saya berikan pada diri sendiri bahwa saya harus sukses pada sesuatu yang tidak saya sukai. Peraturan adalah hal yang saya benci, bagi saya itu seperti penjara yang membatasi gerak saya sebagai spesies manusia yang liar ini – awalnya, akhirnya – saya tahu bahwa peraturan adalah hal yang mutlak harus ada demi terarahnya tujuan dan visi misi suatu organisasi. Saya berpikir bagaimana jika seseorang seperti saya ini bekerja sebagai seorang legislator? Saya pikir itu akan menarik bisa jadi mengubah perspektif saya tentang peraturan itu sendiri dan saya ingin jatuh cinta pada peraturan. Akhirnya saya memantapkan diri untuk bergabung dengan organisasi ini. Mencari informasi mengenai OPREC ini membuat saya semakin pesimis sebab ternyata OPREC untuk keanggotaan baru MPM adalah melalui jalur delegasi dan sialnya itu sudah dimulai. Saya juga berfikir siapa juga yang sudih mendelegasikan spesies manusia konyol macam saya ini dan kepesimisan saya pun berakhir dengan kata pupus. Proses pencerahan yang cukup memakan waktu lama pun membuat saya kehilangan kesempatan untuk bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Jurusan pun dengan UKM yang ada dikampus saya karena OPREC telah dilaksanakan jauh-jauh hari sebelum saya memantapkan diri untuk menjadi mahasiswa yang tidak mainstream-mainstream saja.

Salah satu organisasi mahasiswa yang masih akan melakukan OPREC adalah Badan Eksekutif Mahasiswa. BEM KBM PNB adalah salah satu organisasi yang tidak pernah saya inginkan sebelumnya meskipun saya lirik tipis-tipis hahaha, meskipun beberapa senior sempat merekomendasikan BEM sebagai salah satu organisasi yang harus saya ikuti dengan dalih saya memiliki potensi, hal itu tidak cukup untuk meyakinkan seorang saya sebab BEM bagi saya masih terlalu utopis. Bagaimana mungkin seseorang bisa mengenali potensi hanya dengan mengenal saya dalam waktu beberapa hari, yah bagi saya itu masih omong kosong dan bisa dibilang keinginan saya untuk bergabung dengan organisasi ini adalah rendah sebab saya pikir BEM adalah organisasi yang terlalu kaku, formal, dan berat tentulah tidak sesuai dengan karakteristik saya yang jauh dari kata diplomatis ini. Singkat cerita bergabungnya saya di BEM diwarnai berbagai drama, drama lari dari kenyataan hahaha dan chat misterius hingga berakhir dengan obrolan yang sedikit menegangkan di Bale Bengong depan gedung Widya Padma sore itu menjadi saksi lahirnya saya sebagai seorang Badan Eksekutif Mahasiswa.

Bergabungnya saya di BEM akhirnya mengubah perspektif saya tentang BEM, memang terkadang kita mudah menjustifikasi sesuatu tanpa pernah tahu bagaimana sebenarnya sesuatu itu. Jika masih ada orang-orang yang berfikir bahwa BEM adalah organisasi yang kaku dan formal, selamat anda salah dan terjebak dalam sebuah persepsi yang selamanya akan anda amini tanpa pernah mau melihat segalanya dari dua sisi. Buktinya, spesies manusia ferguso yang absurb dan pecicilan macam saya ini masih mendapatkan kepercayaan untuk berada disini, disebuah rumah bernama Badan Eksekutif Mahasiswa. Kerang memang memiliki cangkang yang keras, jika kita tidak berani mencoba membuka kerang itu maka kita tidak akan pernah melihat betapa indahnya mutiara – Aseek hahaha.  Jangan hanya melihat anak-anak BEM yang sering mengepal tangan kiri, berdiri lalu berteriak lantang “HIDUP MAHASISWA!” tapi lihatlah BEM dari sudut yang berbeda pula. Seperti mendaki gunung, lelah? Iya. Tapi semakin saya mendaki, semakin indah pemandangan yang saya dapati, begitulah BEM bagi saya.

Sempat terfikir apakah semua proses yang saya lalui hingga saya bergabung dengan BEM ini adalah sesuatu yang kebetulan semata? Sempat mempertanyakan kembali, kok bisa ya saya berada di BEM? Jawabannya sederhana sebab semesta akan selalu berbisik lirih pada dirimu untuk menuju pada panggilan jiwamu, sesuatu yang telah termaktubkan tidak akan pernah bisa kita tentang sebab ketetapan Tuhan adalah ketepatan.

Terakhir pesan saya kepada mahasiswa baru yang idealismenya masih membara ....

Antara mengejar IPK, organisasi, atau mengejar Isyana Saraswati adalah pilihan yg tak akan ada habisnya. Toh, kita tidak diharuskan memilih satu diantaranya, mau memilih tiga-tiganya pun, masalah? Nggak. Yang terpenting “PUTUSKAN” dan “JALANI”  jangan “SESALI” menjadi mahasiswa yang seperti apa adalah pilihan, mau jadi mahasiswa kuliah-pulang, kuliah-rapat, kuliah-dagang adalah pilihan, apapun yang dipilih adalah keputusan dan tidak ada yang salah dengan pilihan. Bagi saya momentum menjadi mahasiswa adalah momentum yang tidak akan terulang dua kali dalam hidup, takut adalah keputusan yang mungkin akan disesali dimasa depan. Jangan takut memilih selama kita tahu apa yang kita jalani dan berdampak positif terhadap diri kita sendiri. Kita hidup dengan petualangan kita sendiri, selama masih bergelar “MAHASISWA” petualangan seperti apa yang ingin kita jalani adalah pilihan. Jadi jangan ragu memilih. Pada organisasi manapun kamu kelak akan mengabdi disitulah maktub-mu, disitulah tempatmu untuk berkembang dan berkontribusi, jangan pernah takut.


Hari ini gerbang petualanganmu sudah dibuka, berdiri dikaki gunung atau mendaki adalah pilihan.

Jadi,
Selamat memilih

Dan,
Selamat menjadi MAHASISWA.




Comments

  1. Ceritain dong suka duka nya pas udh jadi BEM dong kak 😊

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ditunggu ya, nanti akan banyak saya ceritain tentang organisasi keren ini :)

      Delete
  2. Ceritain dong suka duka nya pas udh jadi BEM dong kak 😊

    ReplyDelete
  3. Duh kampus ku keren🔥jadi pengen ikut BEM🤩🤩

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semangat ya, pantengin terus informasi Oprec-nya. Follow OA line dan instagramnya di @bemkbmpnb follow IG saya juga boleh @alfa_ah wkwkwk. Persiapkan diri dengan baik, dan sampai bertemu di BEM nanti :)

      Delete
  4. Wah bagus sekali pemahaman tentang organisasi dari 2 sudut pandang, yang dimana biasanya mahasiswa cuma melihat dari 1 sudut pandang aja

    ReplyDelete
  5. Mantap, masih ada misteri sih. Di bale bengong depan WP, apa sih yang diobrolkan? Kepo saya #wahyu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hayuk disisa masa jabatan kakak ini kita ngopaii sambil bertutur tanpa arah, supaya terpecahkan misterinya hahaha

      Delete
  6. Sebuah tulisan yang menginspirasi.
    Bisa diibaratkan benci bisa jadi cinta ketika kita bisa "don't judge a book by it's cover" .
    Ditunggu tulisan selanjutnya kaka

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, terimakasih kak sudah dibaca dengan seksama, salam kenal.

      Delete
  7. Replies
    1. Wah yang baru selesai Lankka, selamat jadi mahasiswa dik.

      Terimakasih apresiasinya :)

      Delete
  8. weh bbaru nemu blogmu Al, salam satu pergerakan!
    #menggalipotensimeraihprestasi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dari hashtagnya sepertinya aku kenal dirimu nih hahahaha
      ketua kakak asuhku hahaha apa kabar?
      i always remember your quotes saat evaluasi
      "kalau dingin itu olahraga bukan ngeroko"

      sukses pak! salam satu pergerakan!

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

In Order to Fall in Love with Myself – Again

Being single for quite a long time has opened a new chapter of my life, the loss of confidence in rebuilding a relationship. Love once felt so simple, coming naturally, without much drama. Now, my life is filled with heavier things. Aging, a world that keeps moving faster, post college debts waiting to be paid, and work that seems endless have taught me to manage myself more wisely. Youngerself Yap, Life hasn’t been quiet. As I get older, I feel like the world is getting louder and busier, while I’m trying to keep up. Somewhere along the way, the idea of falling in love started to feel less important, maybe even impossible, hahaha. Alfa, when will you take the next step? ” - It means finding love again. But am I ready? He was so confident with his imperfection I paused when I heard that question. I stood in front of the mirror, staring at myself, trying to find answers. But instead of clarity, I felt something else, fear. Not fear of being alone, but fear of opening myself up a...

Entah

  Cara terbaik untuk bersembunyi dari kekecewaan adalah dengan terus menjadi sibuk. Pulang adalah tentang kesiapan, kesiapan untuk menerima bahwa aku tidaklah lahir dari keluarga yang baik-baik saja. Kesiapan untuk menerima kenyataan bahwa aku hanyalah si miskin yang lemah yang terus mencoba menolong si miskin lainnya padahal kalau ada seseorang yang harusnya mendapat pertolongan, ialah aku yang harusnya berada digarda terdepan. Pak, Bu, Mbah, maafkan aku yang masih terlalu angkuh menolak darimana sebenarnya asal-usulku. Aku ini petualang, yang ingin berpetualang melihat dunia luar. Ingin terus mengenyam pendidikan tapi keternyataan bahwa aku juga orang yang engkau butuhkan selalu berhasil membuatku ingin kembali kembali ke diri ini yang kumal hidup diantara tikus-tikus yang berkeliaran. Hari ini adalah hari yang terlampau pilu, dipukul realita bahwa aku masihlah manusia bisu dihadapanmu semua menjadi kaku berbeda ketika aku berdiri dihadapan banyak orang. Didepan murid-muridku...

25 LITER

Bagi saya mengajar adalah perihal yang tidak hanya sebatas berdiri didepan kelas, menjelaskan, kemudian selesai. Mengajar adalah perihal yang lebih daripada itu, tak hanya melibatkan kepala namun sejatinya mengajar melibatkan pula hati didalamnya. Pengajar yang belum bisa mengajar itu salah tapi yang lebih salah lagi adalah sistem yang membiarkan pengajar yang tidak bisa mengajar itu mengajar. “Tapi bukankah bisa learning by doing ?” “Dulu Bro Alfa juga awal-awal ngajar   juga pasti nggak kompeten, kan?” “There’s no one who deserves at first, Bro” Semenjak menjadi kepala divisi kelas ada satu hal yang akhirnya terjawab atas pertanyaan-pertanyaan diatas. Jauh sebelum saya memutuskan untuk mengajar tentu titik awal saya adalah belajar, kemudian saya mengambil kesempatan-kesempatan untuk mengajar dengan menjadi sukarelawan pada beberapa kegiatan yang memiliki keterkaitan dengan dunia pengajaran selain itu membangun relasi dengan orang-orang yang berprofesi sebagai pengajar ada...