Skip to main content

Unpredictable Trip to Gunung Batur

Warning : Pendakian gunung batur yang saya akan ceritakan pada postingan kali ini tidak dapat ditiru dan tidak mengandung unsur edukasi hanya bernostagia, I went there without any proper preparation, research, and gear. Mengingat banyaknya kasus hyportemia atau kejadian-kejadian yang kurang mengenakan terjadi di gunung maka dengan penuh kerendahan hati saya memohon maaf untuk itu, tapi biarlah ini menjadi cerita dan pembelajaran bagi diri saya sendiri dan mungkin teman-teman yang kebetulan membaca.


1.717 mdpl tinggi gunung yang dimiliki Batur ini selalu memiliki daya pikat untuk menapakan kaki ditanahnya yang harum, lanskap yang menakjubkan, serta dingin yang mampu menelisik pori-pori kulit dengan lembut kemudian menguasai. 2019, menjadi tahun paling terkutuk yang pernah gue alami kesibukan sebagai mahasiswa nocturnal yang nggak hanya menghabiskan waktu dibangku perkuliahan tapi juga kesekretariatan dan tongkrongan pinggir jalan ngebuat intensitas jalan-jalan gue berkurang. Semenjak memutuskan untuk kuliah di Bali, fokus gue berubah, circle pertemanan gue juga berubah, mendapatkan teman-teman sefrekuensi semakin susah, mengharuskan gue mengikuti arus mencari frekuensi lain yang masih bisa gue ikuti. Selama gue di Samarinda rasanya mau jalan kemana jauh lebih mudah, selain tongkrongan gue disana juga anak-anak doyan jalan financial gue juga masih bisa dialokasikan buat jalan-jalan, sekarang? Tugas yang harus di- print seabrek, bazzar kepanitiaan yang menumpuk, uang kos yang nggak boleh telat, belum biaya makan dan nongkrong untuk memuaskan hasrat nocturnal gue.

Disela-sela kesibukan gue sebagai seorang mahasiswa juga pengurus di Badan Eksekutif Mahasiswa tentu gue pernah ngerasa kangen dengan diri gue sendiri dimasa lalu, beberapa bulan sebelum pendakian gunung batur terjadi gue benar-benar ngerasain mountainsick yang akut. Cerita gue sampai di puncak rinjani beberapa tahun sebelum ini selalu datang tiba-tiba di langit-langit kamar kosan sebelum gue tertidur ngedorong gue buat ngajak adik-adik gue di Bidang Kelar BEM buat naik ke Ijen, seenggaknya sebagai hadiah atas kerja keras mereka udah ngebantu gue ngurus ni bidang meskipun harus share cost sikh hahaha seenggaknya uang yang dikeluarin kan bisa buat ngebayar pengalaman dan kenangan tentunya supaya ikatan korsa kami juga makin erat, ceileeh cuih ah ekekekek* tapi sampai tulisan ini muncul di Blog gue, rencana itu tetap menjadi wacana seperti biasanya.
 
when i was there
Awal Juni 2019, program kerja semua elemen organisasi mahasiswa sudah mulai terlaksana satu persatu. Salah satu main job dari bidang yang gue pegang adalah berkoordinasi dengan seluruh himpunan yang ada di kampus. Pagi itu gue dan adik-adik gue ini lagi silaturahmi dengan HMJ Teknik yang kebetulan sedang menjalankan program pengabdian di Bangli. Berangkatlah gue dan adik-adik gue ke Bangli pagi itu dari Jimbaran, sekalian melali (jalan-jalan : read) dan nyampe lagi sore hari di Jimbaran, awalnya gue mau langsung ngebo di kosan tapi dasar adik-adik gue ni turunan kabidnya (gue : read) yang demen banget ngerasa gabut mendadak. Gagal lah rencana gue buat ngebo, mereka malah beli gorengan dan makan di kosan gue, orang gabut ketemu orang gabut jadinya mah ada-ada aja yang mau dilakuin. Tiba-tiba mulut gue yang suka liar ini nyeletuk

“Dik, batur yuk kalau ramean nggak mahal jadinya, share cost kita”

Nggak gue sangka mereka mikirnya bentar doang dan mendadak gas-gas aja, mantap jiwa pokoknya, seneng ni gue kalau punya junior macam ini hahaha. Dengan perencanaan yang sebentar sambil makan-makan gorengan nyusun rencana dan ngebujuk yang lainnya buat ikut serta, fix-lah Gue, Adit, Pande, Windu sepakat untuk berangkat berempat. Energi gue mendadak memuncak, lelah gue perjalanan Jimbaran-Bangli-Jimbaran hilang seketika ngeliat bro-bro gue pada semangat hahaha meskipun awalnya gue kena prank si Pande bedebah yang pura-pura nggak diijinkan orang tuanya, emang terkutuk anak itu lama-lama hahaha. Ngebuat energy gue yang membara mendadak padam seketika, ngedenger Pande yang nggak ngedapetin restu dari orang tuanya to be honest ngebuat gue sedikit kecewa tapi gue paham orang tua segalanya, seenggaknya itu yang ngebuat gue sedikit merela, rencana gue mendadak berubah gue pengen balik ke kosan, baca buku, dan tidur. Tapi pemirsa itu prank semata, sial! Dan, berangkatlah kami semua tanpa wacana dan baba bibu lainnya.

Empat pendaki dadakan
Malam itu kami ngumpul dikosan Adit, tiduran bentar nunggu lewat jam dua belas malam. Anjir, baru aja kami datang dari Bangli then balik lagi ke Bangli wkwkwk. Gue sama Windu, mampir minimarket beli ransum dan minum sederhana, perjalanan dari Jimbaran ke Kintamani membutuhkan waktu kira-kira 2,5 Jam dengan dua kuda besi yang kami tunggangi dan empat pendaki dadakan dengan semangatnya yang maksimal mulai menembus malam yang gelap menuju Kintamani. Sepanjang perjalanan terasa sepi karena waktu memang memang sudah menunjukan larut malam hanya sesekali berpapasan dengan kendaraan dari arah yang berlawanan, gue yang dibonceng Windu masih fokus nge-browsing tentang medan gunung batur setidaknya jadi bekal supaya nggak kosong-kosong banget lah. Nyampe di Kota Bangli hujan turun dengan derasnya mengiringi perjalanan empat pendaki dadakan ini. Kami berhenti untuk memasang jas hujan, sempat beberapa kali kesasar gara-gara kabut yang tebal dijalan dan harus putar balik, syukurnya nggak ada yang mendadak jadi menjengkelkan malah jadi tetawaan yang nambahin semangat untuk terus melanjutkan. Keempat pendaki dadakan ini nggak pernah ada yang ke Batur sebelumnya, berbekal cerita dari kawan dan om google kami sepakat untuk menuntaskan. Pande yang lebih familiar dengan Kintamani menjadi leader perjalanan mencari titik pendakian and Thank God kami berempat sampai juga dititik pendakian dan mampir di sebuah warung, popmie jadi kudapan paling lezat wkwkwk gilak anak kosan banget!!! hahaha Selain pop mie kami beli pisang buat bekal kali aja kelaparan tiba-tiba. Dari warung sebenarnya kami mengamati kemana para pendaki professional itu pergi, supaya kita bisa ngentukin kemana rutenya, awalnya kami mau jalan kaki tapi ternyata lumayan guys wkwkwk masih jalan aspal hahaha udah jalan beberapa meter kami putuskan ngambil motor lagi dan nyari tempat parkir yang lebih tinggi seenggaknya biar bisa hemat energi. Kami parkir didekat Pura Pasar Agung yang menjadi titik awal pendakian dimulai.

Mie Instan is in everywhere maklum wak, anak kosan hahaha

Pada titik awal pendakian gue belajar “terkadang ego yang terlalu tinggi kita punya dapat membutakan, semua bisa jadi samar tentang kita yang sebenarnya berjalan menuju puncak atau tersesat?” yap sesekali kita perlu beristirahat memberi ruang untuk dapat berdialog dengan intuisi kita, bukan asal gas kemudian kebablas. Yap, kami nyasar! Hahaha trek bebatuan yang kami lalui adalah trek yang akan mengantarkan kami kejurang untunglah ada senter peringatan dari orang diseberang bahwa kami sedang salah jalan, turunlah kami kembali dan mencari rute yang benar. Patokannya adalah pura pasar agung, demi keselamatan kami sempat mengahturkan rarapan di Pura Pasar Agung, bolak-balik nggak nemu jalan akhirnya ngikutin orang-orang dan yes! Sampailah kami pada trek yang benar.

Sok filsuf moment! hahaha
Ngos-ngosan? Iya? Tapi semangat kami jauh lebih besar, menanjak dan terus menanjak, menembus gelap, melawan dingin, nyemilin debu pun kami lakukan hahaha. Kami sampai pada medan dengan vegetasi yang mulai jarang hanya rerumputan dan jalur pendakian yang semakin terjal, angin? Jangan dibilang, kentjaaangg!!! pijakan batu-batuan kasar hasil letusan gunung beberapa tahun silam. Beberapa kali kami break sebentar kemudian melanjutkan, santai saja ah! Macam petuah saat rakor-rakor kegiatan “jika ingin berjalan cepat berjalanlah sendirian, jika ingin berjalan jauh berjalanlah bersama” jauh disini berarti bukan hanya tentang jarak, tapi persoalan lebih dari itu, apaan sih gue hahaha. Sampailah kami di tanah yang sedikit lapang dimana banyak manusia mengistirahtkan badan, gue pikir itu puncak ternyata masih ada yang lebih tinggi. Gas lagi? Gas! Gas sampai pada titik terbaik menunggu matahari terbit, sialnya kami sampainya kepagian hahaha masih gelap bosque, gue ngeluarin jas hujan kelalawar yang beralih fungsi jadi alas duduk. Puncak Gunung Batur sedang rame-ramenya, mungkin karena weekend juga sih, tapi nggak apa yang penting sudah sampai.  Kami memutuskan beristirahat sebentar, jadi kaum rebahan yang berdempetan, saling menghangatkan tapi nggak pake grepe-grepean hahaha. Sampai suara orang-orang teriak kegirangan menyambut sunrise di Bulan Juni di gunung batur, kami terbangun dan sialnya sunrise nampaknya malu-malu, datang sekejap, tertutup kabut kemudian. Sampai pagi menjelang kami menghabiskan waktu disana, bertukar cerita, bercengkarama, dan menjadi sok asik seketika hahaha. Kami nggak dapet view awan-awan kinton karena kabut tebal jauh lebih mendominasi.

Makan pisang dan ngebuat video senyawa yang mendadak fenomenal, dan berbagi kelakar menjadi akhir dari perjalanan ini. Pulangnya? Hahahaha gue sih ngakak pulang dari Batur energy kami habis terkuras, mereka bertiga musti lanjut matur suksma kegiatan semnas yang udah berhasil di eksekusi. Iyak, gue kalau inget perjalanan pulang suka ketawa sendiri-sendiri. Badan gue yang tulang-tulang ni harus nahan kepala Pande yang semena-mena tidur dimotor. Cangkir-cangkir kopi nggak mempan, tapi syukurnya kami sampai Jimbaran dengan selamat tanpa ada yang kurang-kurang.

At the end of this story, terkadang perjalanan bukan hanya tentang seberapa indah panorama yang didapatkan, bukan juga tentang seberapa bagus tempat yang akan dikunjungi tapi lebih kepada bagaiamana cara dan dengan siapa kita melaluinya. Thank you super much Adit, Pande, Windu telah menjadi kawan pejalan, membersamai yang entah siapamu ini mencoret satu persatu bucket list yang Ia tulis.

 
SEE YOU !


Semoga Ijen, akan menjadi gunung kedua yang kita berempat bisa daki bersama dimasa depan,Astungkara ....


Anyway, selain gue gunain platform blog gue juga mulai mencoba jadi podcaster dan bakal cerita tentang rinjani di podcast gue yang bisa kalian dengar di anchor.fm, maupun spotify dengan key word "kelananotes"

Comments

  1. Such a great experience bang, ditunggu undangan nanjaknya nih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hei! I just open my blog and read this! Thank you so much sudah membaca, salam kenal. Mari agendakan setelah Pandemi Usai.

      Salam ....

      Delete
  2. Omegosh! banyakin cerita-cerita naik gunungnya ngab! keren!

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

In Order to Fall in Love with Myself – Again

Being single for quite a long time has opened a new chapter of my life, the loss of confidence in rebuilding a relationship. Love once felt so simple, coming naturally, without much drama. Now, my life is filled with heavier things. Aging, a world that keeps moving faster, post college debts waiting to be paid, and work that seems endless have taught me to manage myself more wisely. Youngerself Yap, Life hasn’t been quiet. As I get older, I feel like the world is getting louder and busier, while I’m trying to keep up. Somewhere along the way, the idea of falling in love started to feel less important, maybe even impossible, hahaha. Alfa, when will you take the next step? ” - It means finding love again. But am I ready? He was so confident with his imperfection I paused when I heard that question. I stood in front of the mirror, staring at myself, trying to find answers. But instead of clarity, I felt something else, fear. Not fear of being alone, but fear of opening myself up a...

25 LITER

Bagi saya mengajar adalah perihal yang tidak hanya sebatas berdiri didepan kelas, menjelaskan, kemudian selesai. Mengajar adalah perihal yang lebih daripada itu, tak hanya melibatkan kepala namun sejatinya mengajar melibatkan pula hati didalamnya. Pengajar yang belum bisa mengajar itu salah tapi yang lebih salah lagi adalah sistem yang membiarkan pengajar yang tidak bisa mengajar itu mengajar. “Tapi bukankah bisa learning by doing ?” “Dulu Bro Alfa juga awal-awal ngajar   juga pasti nggak kompeten, kan?” “There’s no one who deserves at first, Bro” Semenjak menjadi kepala divisi kelas ada satu hal yang akhirnya terjawab atas pertanyaan-pertanyaan diatas. Jauh sebelum saya memutuskan untuk mengajar tentu titik awal saya adalah belajar, kemudian saya mengambil kesempatan-kesempatan untuk mengajar dengan menjadi sukarelawan pada beberapa kegiatan yang memiliki keterkaitan dengan dunia pengajaran selain itu membangun relasi dengan orang-orang yang berprofesi sebagai pengajar ada...

The First Step of Learning Leadership – Badan Eksekutif Mahasiswa

  Ever since I started taking on roles in classes, organizations, and companies, I’ve often asked myself: What does it take to be a good leader? For a long time, I didn’t know the answer. I first learned basic leadership skills when I became the class secretary. That was when I practiced talking to both classmates and teachers. Later, at university, I became the class representative, which taught me about how the system worked in my department. My skills grew even more when I was chosen as Kabid Penalaran dan Keilmuan in the Badan Eksekutif Mahasiswa at Bali State Polytechnic, where I led a team of six people. Now, I feel lucky to be the head of a division in the institution where I work, and I see it as a gift from God. Through these experiences, I’ve faced many challenges working with different people. As a leader, I’ve learned to communicate well with my superiors and my team, both one on one and in groups. These experiences have shaped the way I talk and work with others, ...