Hari ini 6 Maret 2023 menjadi hari yang cukup melelahkan. Ternyata menjadi seorang kepala divisi dalam sebuah lembaga pendidikan itu cukup menguras isi kepala. Dua minggu ini saya memainkan peran sebagai seorang guru bimbingan konseling yang menuntut saya untuk lebih membuka telinga lebih lebar, melapangkan hati seribu kali lebih luas dari biasanya. Jangankan untuk memahami orang lain, memahami diri sendiri pun masih menjadi salah satu kemampuan yang perlu untuk terus saya asah. Tidak hanya menanangani tutor-tutor yang bermasalah tapi juga murid-murid yang kelakuannya ada-ada saja. Mungkin, Tuhan sedang menguji tagline yang saya sematkan pada divisi yang saya pegang yakni “it’s not only about teaching the head but also touching the heart.” Yap, ada begitu banyak hal yang kemudian tak hanya memeras kepala saya tapi juga hati saya. Sebenarnya ketika tutor-tutor asrama mampu menangani masalah-masalah internalnya tanpa campur tangan saya, itu adalah sebuah kenikmatan yang tidak ada duanya, saya jadi jauh lebih bisa fokus pada hal-hal yang harusnya segera saya selesaikan, koordinasi-koordinasi yang jauh lebih matang bisa saya jalankan, dan banyak hal yang bisa saya upayakan tapi sebagai kepala suku saya cukup mahfum bahwa bukan hanya tentang seberpa banyak konsep yang bisa saya buat, namun kesiapan rekan-rekan seperjuangan yang akhirnya akan menjadi eksekutor perlu juga saya rawat.
Periode lalu pun tak kalah
melelahkannya, selain OKR yang harus segera saya gerakan saya juga harus
menangani salah satu asrama yang cukup menguras energi saya. Tidak hanya sekali
saya melakukan pemanggilan informal barang sekedar mengkonfirmasi
penemuan-penemuan tentang kegiatan yang tidak berjalan sebagai mestinya.
Syukurlah approachment yang saya
lakukan mendapat sambutan yang sangat kooperatif dan tutor saya langsung mampu
membuat langkah taktis untuk menjalankan tanggung jawabnya. Fyuh! Berbeda
cerita ketika saya harus berhadapan dengan tutor-tutor yang sudah sangat stagnan, yang sudah sangat
terdemotivasi, yang kehilangan gairah untuk melanjutkan, membuat saya harus sedikit
bersabar mendorong mereka untuk setidaknya tidak kehilangan semangat untuk
melanjutkan hingga menuntaskan. Mungkin, saya masih mampu memberikan afirmasi
kepada diri sendiri bahwa seorang pendidik tugasnya adalah mendidik, mendidik
bukan perihal mengajar semata tapi juga merawat tapi rasanya seberapa banyak
pun saya mencoba untuk memberikan dorongan eksternal jika internalnya juga
masih nggak sadar-sadar maka semuanya akan terasa percuma. Tapi, sudah menjadi
tanggung jawab saya, dan biarlah ini menjadi arena berlatih untuk menjadi lebih
tangguh perihal memahami.
Ah! Hari ini ada dua hal yang
membuat saya menangis. Petama, adalah murid saya di kelas Pro-half, seorang guru sekolah dasar yang menceritakan suka dukanya
menjadi seorang guru yang pernah hampir kehilangan suaranya karena mengajar
tapi masih disalahkan orang tua muridnys. Tidak peduli lelahnya, beliau tetap
berkata bahwa anak sekolah dasar adalah bukan anak-anak yang nakal tapi anak
yang aktif. Kalimat itu kemudian menyadarkan saya bahwa selama ini saya yang
benci dilabeli ternyata saya yang justru melabeli. Kedua, seusai pelaksanaan
kegiatan talent show lagunya Endang
Soekamti yang judulnya Sampai Jumpa selalu berhasil melempar saya pada kenangan
saat dimana saya dengan segenap jiwa raga menjadi tutor asrama yang hidupnya
dihabiskan untuk membersamai anak-anak aktif bukan anak-anak nakal, hahaha.
Saya memang tidak pernah berada di zona merah tapi bukan berarti saya tidak
pernah memiliki masalah internal di asrama yang saya komandoi, tapi setidaknya
saya dan anak-anak saya sama-sama berusaha, sama-sama mencoba. Bersama iringan
lagu Endang Soekamti, beberapa tutor dan murid-muridnya merayakan kebersamaan,
mereka sedang sama-sama memeluk rasa lelah yang mereka rasakan dan itu adalah
pemandangan yang selalu berhasil menyentuh sisi terdalam hati saya. Tak terasa
air mata menetes, saya dihujani ratusan kenangan yang sudah saya lewati yang
sekarang sudah tidak mungkin saya rasakan lagi. Yap, masa saya mungkin sudah
habis. Semoga siapapun yang pernah saya bersamai proses belajarnya menjadi
anak-anak yang sukses, anak-anak yang mampu menemukan hakekat keberadaannya di
dunia, anak-anak yang berbahagia, dimanapun mereka berada.
Sekarang tepat pukul delapan
malam, saya masih menikmati secangkir Vietnam Drip panas di kafe favorit saya,
Legawa. Saya sedang tidak lari dari masalah, saya sedang ingin mengendurkan
banyak hal yang sudah teramat tegang. Saya perlu teman bicara, meski pada
akhirnya semua akan berakhir sama saja, maka lagi dan lagi tombol-tombol keyboard laptop tua saya menjadi sasaran
dari isi kepala yang harus ditata sedimikian rupa. Sejujurnya, masalah hari ini
juga belum dapat dikatakan sudah saya selesaikan, tapi jujur saya masih belum
menemukan jalan keluar. Pun, jika saya bercerita orang-orang hanya akan
berakhir pada konklusi yang dasarnya tidak terlalu kuat, alih-alih merasa bebas
justru semakin berat. Lucu ya, ketika saya butuh teman bicara saya malah
memilih untuk menyendiri.
"Ah, tenang Alfa!"
Esok kan masih ada, nggak semuanya nggak harus sekarang juga.
Nggak semua harus berakhir dengan kata beres kan? Mungkin masih proses.
Tapi janji ya, besok harus lebih semangat lagi.
Besok harus lebih bijak lagi.
Besok harus lebih jernih lagi.
Legawa, 6 Maret 2023
20:35 WIB
Comments
Post a Comment