Skip to main content

KEHIDUPAN FREELANCER, SKRIPSI, DAN KE MAHA BAIKAN ALLAH


Sebenarnya nggak sekali dua kali murid-muridku pada heboh ngasih tahu untuk segera berhenti jadi pengajar sebab dengan potensi-potensi yang aku punya seharusnya aku bisa mendapatkan pekerjaan yang jauh lebih layak dengan pendapatan yang lebih banyak ketimbang bertahan ditempat aku mengajar saat ini. Banyak orang pula yang mengira bahwa kurva ekonomiku ini sangat stabil sebab selain mengajar Alhamdulilah Allah mempercayakan amanah menjadi kepala divisi asrama dan kemudian berpindah menjadi kepala divisi kelas, terminologi  kerennya sih Head of Departement a.k.a HOD of Class Division *tsah. Tapi, tidak se-stabil itu sebab upah menjadi HOD juga tidak sefantastis yang anda bayangkan juga caraku mengelola keuangan masih sangat-sangatlah jauh dari kata sempurna, jadi aku mau sambat dalam kedok menulis hahahaha. Iya, manajemen keuangan adalah hal yang perlu aku atur ulang strateginya.

Nah, ketika aku menjabat sebagai HOD tentu pundi-pundi pemasukanku bertambah meskipun dalam hitung-hitungan manusia sebenarnya masih kurang untuk menambal beberapa biaya yang harus aku keluarkan untuk diri sendiri pula untuk membayar segala bentuk administrasi kampus yang benar-benar menyerap habis tabunganku sampai saldo ATM-ku terlalu terang untuk dilihat hahaha. Tapi, apapun resikonya aku masih dalam mode terjang saja dengan tetap mengandalkan Allah sebagai penolongnya. Masya Allah, aku sangat agamis sekali. Tapi beneran deh sedari kecil aku ini orang yang pesimis akan eksistensi-Nya tapi nggak sekali dua kali merasakan keajaiaban dari-Nya. Tapi ini bukan tentang itu.

Jadi, pertengahan bulan Maret sampai 22 April 2024, tempat aku mengajar tutup alias tidak lagi menerima murid maka secara otomatis pemasukanku sebagai HOD pun pengajar juga ikutan tutup dan aku harus bertahan sampai 22 April 2024 dengan sisa pundi-pundi rupiah yang aku punya, gaji terakhir dan tabungan di ATM BNI-ku yang sisa 300 ribu itu, alamak! Beberapa kali muter otak, aku harus ngapain ya biar tetep survive?  Seharian melewati masa-masa galau tanpa mengajar dan aku berubah jadi orang yang emosionalnya nggak ke control. Oh ya, dulu aku sempat ngerasa aimless gegara ngajar subjek yang sama sekian tahun tanpa berubah. Orang-orang bilang aku itu passionate banget tapi sejujurnya nggak juga yak arena keadaan memaksaku untuk menjadi passionate tapi point pentingnya aku senang dan ikhlas meskipun ngerjainnya sambil Ya Allah Ya Allah tiap balik kamar hahahaha.

Situasi yang kacau itu lagi dan lagi dibantu Allah dengan dua keinginan yang dijadiin satu. Tiba-tiba, aku dikabarin Sis Nani, Kepala divisi kelas online, kalau lagi kekurangan pengajar di jam malam dan calon murid ini mengambil kelas grammar. Duh, subjek yang selalu aku tidak mau untuk ambil meskipun dulu sempat jadi volunteer study club ngajar grammar selama dua bulan tapi aku masih terlalu abu-abu untuk bisa sepercaya diri itu mengajar grammar secara professional. Tapi, keadaan memaksaku untuk mengambil sebab katanya Allah tidak akan menguji hamba-Nya kalau hamba-Nya nggak mampu melalui itu, kan? Dari sini, sebenarnya polanya bisa diambil adalah Allah sengaja membuatku terdesak ekonominya supaya ngambil challenge ini. Bayangkan, kalau ekonomiku stabil mungkin dengan santai aku tidak akan mengambil ini. Kan?

Singkat cerita, kusiapkan lah segala amunisi mengajar dengan membaca modul ajar yang sudah disediakan, membedah materinya, memahaminya sampai konsul ke tutor grammar terkait hal-hal yang menurutku masih bias dan kembali aku berkutat dengan bukunya Betty Azhar edisi kedua dan ketiga hahaha. Iya, nyiapin lesson plannya, ngegarap ppt-nya, dan baca-baca buku rujukannya sebenarnya jauh lebih melelahkan ketimbang mengajarnya sendiri hahahha tapi aku nggak ngerti aku seneng banget. Rasanya, aku seperti kembali dituntun Allah buat belajar grammar lagi yang sudah vakum lama banget dari kelas ini. Menyenangkannya aku tidak punya waktu untuk menjadi clueless karena setiap hari sebelum mengajar aku pasti buka-buka referensi biar mengajarnya tenang dan gilanya gegara aku tiap hari main sama bukunya Betty Azhar aku jadi mengerti hal-hal yang dulu aku bingungkan. Coba aku nggak ngambil ni kelas kayaknya aku bakal selamanya membiarkan kebingunganku menyublim ke langit tanpa pernah tahu jawabannya hahahaha. Terus bagamana dengan Seno, murid private grammar pertamaku? Syukurlah dia memahami penjelasanku dan mampu menyelesaikan soal-soal latihan yang aku berikan meskipun hasil examnya masih belum sempurna, score akhirnya 88/100. Lebih bahagianya lagi, beliau melanjutkan kelasnya dan tidak mau ganti tutor alias akan tetap bersamaku untuk mengarungi level berikutnya, jadi aku akan kembali mengajar dia lagi meskipun harus pending beberapa minggu setidaknya aku jadi punya waktu menyiapkan materi untuk kembali mengajarnya. Syukurnya Seno adalah tipikal murid yang tidak grasa-grusu seperti murid-murid offlineku yang hebringnya diluar nurul sehingga aku jadi bisa mengajar dengan tenang, santuy, dan teapt sasaran. Meskipun setelah ngajar, sebenarnya aku overthinking banget "kira-kira beliau paham nggak ya sama penjelasanku?" Hahahaha.

Eh, judulnya Freelancer, Skripsi, dan ke Maha baikan Allah tapi ini tulisan nggak ada bau-bau skripsinya wkwkwk *efek nulis judul dulu sebelum isi* kayanya aku belum siap deh untuk bercerita hingar bingar dunia skripsiku hahahha. Jadi, kalau misalkan ngerasa lagi diturunin salah satu derajatnya sama Allah, mungkin itu cara Allah menaikan derajat kita yang lain kali yak. Seperti kurva keuanganku yang diturunkan tapi keilmuanku ditambahkan. *tsah.

Gitu aja dulu kali ya, lama banget nggak nulis se-plong ini. Ih.


Slide power point aku buat lebih personal dengan kutipan-kutipan yang membangkitkan semangat untuk semangat belajar dan kami selalu mengawali kelas dengan Bismillah. 

Terima kasih, Ya Allah.

Comments

Popular posts from this blog

In Order to Fall in Love with Myself – Again

Being single for quite a long time has opened a new chapter of my life, the loss of confidence in rebuilding a relationship. Love once felt so simple, coming naturally, without much drama. Now, my life is filled with heavier things. Aging, a world that keeps moving faster, post college debts waiting to be paid, and work that seems endless have taught me to manage myself more wisely. Youngerself Yap, Life hasn’t been quiet. As I get older, I feel like the world is getting louder and busier, while I’m trying to keep up. Somewhere along the way, the idea of falling in love started to feel less important, maybe even impossible, hahaha. Alfa, when will you take the next step? ” - It means finding love again. But am I ready? He was so confident with his imperfection I paused when I heard that question. I stood in front of the mirror, staring at myself, trying to find answers. But instead of clarity, I felt something else, fear. Not fear of being alone, but fear of opening myself up a...

Entah

  Cara terbaik untuk bersembunyi dari kekecewaan adalah dengan terus menjadi sibuk. Pulang adalah tentang kesiapan, kesiapan untuk menerima bahwa aku tidaklah lahir dari keluarga yang baik-baik saja. Kesiapan untuk menerima kenyataan bahwa aku hanyalah si miskin yang lemah yang terus mencoba menolong si miskin lainnya padahal kalau ada seseorang yang harusnya mendapat pertolongan, ialah aku yang harusnya berada digarda terdepan. Pak, Bu, Mbah, maafkan aku yang masih terlalu angkuh menolak darimana sebenarnya asal-usulku. Aku ini petualang, yang ingin berpetualang melihat dunia luar. Ingin terus mengenyam pendidikan tapi keternyataan bahwa aku juga orang yang engkau butuhkan selalu berhasil membuatku ingin kembali kembali ke diri ini yang kumal hidup diantara tikus-tikus yang berkeliaran. Hari ini adalah hari yang terlampau pilu, dipukul realita bahwa aku masihlah manusia bisu dihadapanmu semua menjadi kaku berbeda ketika aku berdiri dihadapan banyak orang. Didepan murid-muridku...

25 LITER

Bagi saya mengajar adalah perihal yang tidak hanya sebatas berdiri didepan kelas, menjelaskan, kemudian selesai. Mengajar adalah perihal yang lebih daripada itu, tak hanya melibatkan kepala namun sejatinya mengajar melibatkan pula hati didalamnya. Pengajar yang belum bisa mengajar itu salah tapi yang lebih salah lagi adalah sistem yang membiarkan pengajar yang tidak bisa mengajar itu mengajar. “Tapi bukankah bisa learning by doing ?” “Dulu Bro Alfa juga awal-awal ngajar   juga pasti nggak kompeten, kan?” “There’s no one who deserves at first, Bro” Semenjak menjadi kepala divisi kelas ada satu hal yang akhirnya terjawab atas pertanyaan-pertanyaan diatas. Jauh sebelum saya memutuskan untuk mengajar tentu titik awal saya adalah belajar, kemudian saya mengambil kesempatan-kesempatan untuk mengajar dengan menjadi sukarelawan pada beberapa kegiatan yang memiliki keterkaitan dengan dunia pengajaran selain itu membangun relasi dengan orang-orang yang berprofesi sebagai pengajar ada...