Skip to main content

Bacut




Malam ini boleh kita bercerita tentang  semu sang perecok yang berselumu dalam angan? seperti kecalingan yang tumbuh subur menjalar dibawah pagar-pagar beton gedung tua itu. Sejujurnya saat akhirnya aku berhasil menerimamu hanya sebatas donganku, aku berbohong, karena sebenarnya ada begitu banyak rasa-rasa yang tidak pernah aku lihatkan. Kamu menganggap kita telah sampai pada titik adalat tapi nyatanya masih ada “tidak” yang tersirat sejatinya kita tidak pernah sampai pada kata sepakat sebab semakin kita jauh bukankah kita semakin merasa terikat? Atau ini hanya perasaanku saja?

Bunyi alosu malam itu membuatku tidak berhenti untuk terus menyemai tiap kisah yang pernah sama-sama terlewati. Ia tidak pernah berlalu begitu saja. Melodi-melodinya berhasil membaji hati, membentuk dimensi yang akhirnya mengijinkanmu untuk masuk kembali, ah! Aku benci hal ini. Masih ingat saat kali pertama aku mekasamu meminum bratawali? Gerak-gerik aversimu membuatku semakin menginginkanmu untuk mencoba hal-hal yang tidak disukaimu, kemudian matamu berjolak seolah ingin memaki tapi kamu paham bahwa didepanmu ini adalah laki-laki yang paling kamu sayangi. Kau bisa apa? selain menahan pahit kemudian menjadi sipit, Ah senyumu manis seribu kali lipat dan aku merasa semakin terikat dalam pikat. Kemudian kamu menunjukan khat-khat yang katamu azimat meski kita dalam situasi yang sangat gelumat baiklah kali ini aku hanya ingin membuatmu senang, mempercayai omong kosong khat yang kau anggap azimat itu. Hanya karena aku ingin sesekali kamu merasa hebat.

Pada gedung tua  aku meratap, harus menjadi sedih versi yang bagaimana lagi aku ini supaya kamu bisa kembali. Nyatanya aku tidak pernah sebagas tiang pada gedung-gedung tua itu yang masih kokoh hingga hari ini. Aku seperti mengidap rasa candu yang kemudian menjadi biut. Aku hanya berpagut pada kuat-kuat yang aku kuatkan sendiri sebab mencintaimu adalah hal perkara bacut. Baiklah, ini sudah keterlaluan aku memutuskan sedikit mereduksi segala bentuk kenang yang datang, aku duduk di sebuah kursi panjang menghadap pada aspal jalanan menikmati tiap sesap kahwa tanpa derawa berharap supaya semuanya musnah, namun lagi-lagi berbicara tentangmu memang tidak pernah menjadi mudah. Kemudian aku melihat beberapa kain-kain yang menggantung didepan sana yang katamu kain terbagus adalah kain-kain yang berbahan abaka. Aku membelinya sebab kamu pernah berkata bakh-bakh mu dapat muncul saat kau berhasil mendapatkannya.

Semua terlalu aksa,

Percakapan terakhir kita beberapa bulan lalu

“Kamu pergi saja kejar apa yang menjadi inginmu dan dapatkan! Jangan kembali jika masih ingin pergi untuk itu, aku tidak pernah tahu apakah kita ditakdirkan untuk sama-sama menetap atau hanya singgah. Aku tidak lagi mau terlalu kuat mengharap, sebab aku juga tidak pernah tahu sakit atau bahagia yang nanti aku dapat. Tapi, jika nanti kamu telah selesai kembalilah kesini, jika masih aku sendiri itu berarti kita akan menetap, namun jika sebaliknya berarti we are not meant to be, lupakan” --- Kamu
“Aku tidak pernah dapat memahami tentang ini, tapi jika keputusanmu adalah seperti itu aku menghargainya. Tidak ada satupun manusia yang dapat menghentikanku untuk mendapatkan ingin-inginku” --- Aku

Tapi,

Ada hal yang kemudian aku simpan dan tidak pernah berhasil aku sampaikan

“kamu adalah salah satu inginku yang suatu saat juga harus ku dapatkan, tapi sekarang biarkan aku hidup dengan ego-egoku, agar kelak aku siap hidup dengan ego-ego, kita”


Judika – Pergilah Kasih!
22 Februari 2020

THE PAICA!

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

In Order to Fall in Love with Myself – Again

Being single for quite a long time has opened a new chapter of my life, the loss of confidence in rebuilding a relationship. Love once felt so simple, coming naturally, without much drama. Now, my life is filled with heavier things. Aging, a world that keeps moving faster, post college debts waiting to be paid, and work that seems endless have taught me to manage myself more wisely. Youngerself Yap, Life hasn’t been quiet. As I get older, I feel like the world is getting louder and busier, while I’m trying to keep up. Somewhere along the way, the idea of falling in love started to feel less important, maybe even impossible, hahaha. Alfa, when will you take the next step? ” - It means finding love again. But am I ready? He was so confident with his imperfection I paused when I heard that question. I stood in front of the mirror, staring at myself, trying to find answers. But instead of clarity, I felt something else, fear. Not fear of being alone, but fear of opening myself up a...

25 LITER

Bagi saya mengajar adalah perihal yang tidak hanya sebatas berdiri didepan kelas, menjelaskan, kemudian selesai. Mengajar adalah perihal yang lebih daripada itu, tak hanya melibatkan kepala namun sejatinya mengajar melibatkan pula hati didalamnya. Pengajar yang belum bisa mengajar itu salah tapi yang lebih salah lagi adalah sistem yang membiarkan pengajar yang tidak bisa mengajar itu mengajar. “Tapi bukankah bisa learning by doing ?” “Dulu Bro Alfa juga awal-awal ngajar   juga pasti nggak kompeten, kan?” “There’s no one who deserves at first, Bro” Semenjak menjadi kepala divisi kelas ada satu hal yang akhirnya terjawab atas pertanyaan-pertanyaan diatas. Jauh sebelum saya memutuskan untuk mengajar tentu titik awal saya adalah belajar, kemudian saya mengambil kesempatan-kesempatan untuk mengajar dengan menjadi sukarelawan pada beberapa kegiatan yang memiliki keterkaitan dengan dunia pengajaran selain itu membangun relasi dengan orang-orang yang berprofesi sebagai pengajar ada...

The First Step of Learning Leadership – Badan Eksekutif Mahasiswa

  Ever since I started taking on roles in classes, organizations, and companies, I’ve often asked myself: What does it take to be a good leader? For a long time, I didn’t know the answer. I first learned basic leadership skills when I became the class secretary. That was when I practiced talking to both classmates and teachers. Later, at university, I became the class representative, which taught me about how the system worked in my department. My skills grew even more when I was chosen as Kabid Penalaran dan Keilmuan in the Badan Eksekutif Mahasiswa at Bali State Polytechnic, where I led a team of six people. Now, I feel lucky to be the head of a division in the institution where I work, and I see it as a gift from God. Through these experiences, I’ve faced many challenges working with different people. As a leader, I’ve learned to communicate well with my superiors and my team, both one on one and in groups. These experiences have shaped the way I talk and work with others, ...