Bukankah tidak semua yang memulai dari garis terdepan akan memenangkan perlombaan? Lalu kenapa angan masih mengawang seperti dersik yang tidak pernah mampu menyapu arunika? Kepala ini ingin menyesap jutaan kisah Eunoia namun ia selalu dihadapkan pada candramawa yang entah kapan akan berubah menjadi adiwarna, mungkin dia sedang menikmati proses evolusinya atau dia sedang tidak tahu pada jalan mana dia harus melangkah? Seperti merasa lebur namun tidak juga hancur.
Beberapa minggu ini rasanya kepala sedang ramai-ramainya dihinggapi mimpi-mimpi yang nggak ngerti bagaimana harus mulai dieksekusi. Keluhan yang nampaknya dialami oleh hampir semua orang yang mulai kehilangan jalan. Dia hanya butuh tempat untuk menumpahkan namun tak kunjung mendapatkan, akhirnya? Instagram lagi-lagi menjadi media menumpahkan berbagai sambatan yang tak kunjung menemukan jalan keluar. Malam itu semua serasa abu-abu, hanya dinding kamar kos-an yang mulai kehilangan warna cerahnya menjadi kawan setia merawat kewarasan akal. Matanya enggan diajak kompromi sebab kepala masih saja terus memaksa untuk tetap berlari. Tidak disangka seorang teman merespon sambatan yang sebenarnya tidak perlu jawaban.
“Drink green tea it has L-theanine inside. Its good for relaxing and mind focus plus start meditation that helps a lot”
Gairah membalas pesan-pesan yang masuk sebenarnya sudah hilang, mungkin sedang muak dengan apapun yang sifatnya keterhubungan entah teman, kekasih, dan berbagai jenisnya. Semua rasanya useless sebab dia clueless. Percakapan berlanjut mengarah pada aplikasi meditasi “headspace” dibarengi pesan “So, when we will meet again would be nice to go meditate together” Pertemuan? Kalimat itu menandakan adanya sebuah harapan akan pertemuan? Tidak, sejujurnya dia sedang membenci pertemuan. Pasca merasakan kegagalan akibat kebodohan-kebodohan yang dulu dilakukan, bayangan akan sebuah pertemuan kini hanyalah tentang bayangan akan begitu banyaknya ketakutan, kekhawatiran, dan perbandingan. Ah ya, mungkin saat pertemuan itu tiba kau akan melihatnya sebagai seseorang yang tertawa renyah sebab telah berhasil memenangkan judi jutaan dollar, atau kau akan melihatnya sebagai seonggok daging yang mengurus sebab terlalu banyak menelan pil pahit kebodohan, atau mungkin kau akan melihatnya sebagai seorang periang yang melihatmu dengan tatapan mata berbinar kemudian memelukmu erat lalu tertawa bersikap seolah-olah bahagia dan sesaat setelah pertemuan itu berakhir dia kembali menangis dipojokan kamar. Bukankah semuanya mungkin? Maafkan, maafkan dia yang tidak pernah sanggup membawa beban-beban ekspektasi yang terlalu berlebihan.
Sebenarnya dia sudah cukup paham bahwa kehidupan bukanlah pertandingan, bukan siapa yang lebih dulu sampai pada garis finish tapi tentang siapa yang terus bertahan melanjutkan perjalanan. Iya, perjalanan pada lintasan yang penuh probabilitas. Hanya saja, dia sedang berada pada kemelut ketakutan, kegamangan, kekhawatiran, serta kerancuan akan hasil dari keputusan-keputusan.
Aku hanya terdiam menikmati kretek yang baru saja ku bakar sembari terus melihatnya terus berada dalam kekalutan kemudian aku diamkan sebentar sebab ketakutan, kekhawatiran yang dia rasakan adalah batas yang sengaja diciptakan sebagai penanda kapan harus berhenti, berjeda, dan bergerak. Aku yakin dia akan temukan jalan. Semakin lama aku semakin tidak tahan, aku tidak pernah tahan melihatnya dalam kemalangan yang demikian. Hisapan terakhir kretek ditangan kutuntaskan, kumatikan bara yang masih tersisa pada ujungnya dengan menggosok-gosokannya pada asbak bambu yang ada. Aku angkat cangkir kopi yang tersisa berapa mili. Dimeja hanya tersisa kulacino bersama angan-angan dikepala yang kemudian menguap ke udara. Perlahan aku menghampirinya, duduk disebelahnya, menepuk pundaknya, menatap lekat matanya.
“Hatimu sudah sering merasa rapuh sebab dikecewakan banyak orang bukan? Kamu tahu ada hal yang jauh lebih menyakitkan dari itu?”
Tangisnya mereda berganti sesenggukan.
“Yang lebih menyakitkan daripada dikecewakan orang lain adalah ketika kamu dikecewakan dirimu sendiri, pula penyesalan terjadi bukan karena kamu gagal tapi karena kamu tidak pernah mau bergerak pada apapun yang dulu kamu ingin perjuangkan”
Sesenggukannya semakin kencang, tangisnya pecah, aku memeluknya.
“Tenanglah, kalau menghidupi mimpi-mimpimu terlalu menyakitkan yang perlu kau lakukan sekarang adalah hidupi ketidakmungkinanmu, ketidakpastianmu, bukankah hidup hanya berbicara tentang itu? “
“Hari ini aku mengizinkanmu menangis sejadi-jadinya,
sepuas-puasnya, setumpah-tumpahnya tapi untuk menyerah, satu kalipun tidak akan
pernah!”
Pujasera Politeknik Negeri Bali,
Kamis, 24 September 2020
Saat fajar mulai tenggelam untuk bersinar esok lagi.
17:45 WITA
Heyy kak!! Your podcast bring me here...!!
ReplyDeleteHai there, OMG such an honour, udah lama gak otak-atik podcast sejak fokus ngejar TOEFL. Anyway, salam kenal :)
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete